Jumat, 23 Maret 2012

PSIKOTROPIKA


2.1         Pengertian Psikotropik
Psikotropik adalah zat atau obat,baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku (Daris, 2008).
2.2         Golongan Psikotropik
Menurut Undang-undang Negara No. 5 tahun 1997 psikotropika digolongkan ke dalam 4 golongan. Psikotropika golongan I dan II kemudian dikelompokan ke dalam narkotika golongan I menurut Undang-undang No. 35 tahun 2009.
2.2.1   Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.contoh golongan I adalah brolamfetamin dan mekatinona.
2.2.2   Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh golongan II adalah amfetamin dan sekobarbital.
2.2.3   Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta berpotensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini diantaranya amobarbital, pentazozin, dan pentobarbital.

2.2.4   Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi  ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini diantaranya alprazolam, diazepam, fenobarbital, klobazam, dan klordiazepoksida.

2.3         Pengawasan Psikotropik (Daris, 2008)
Pemerintah menangani dalam pengawasan dalam pereedaran psikotropik dengan melibatkan Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dan Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan yang dilakukan yaitu dengan melakukan pemeriksaan atau pengambilan contoh pada sarana produksi, peredaran, pengangkutan,penyimpanan, sarana pelayanan kesehatan dan fasilitas rehabilitasi; memeriksa surat dan/atau dokumen yang berkaitan dengan kegiatan peredaran psikotropik; melakukan pengamanan terhadap psikotropika yang memenuhi standar dan persyaratan; dan melakukan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan.
Direktur Jendral yang berwenang dapat mengambil tindakan administratif terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan fasilitas rehabilitasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Kepala Kantor Wilayah dapat mengambil tindakan administratif terhadap saranya penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah,apotek, rumah sakit, puskesmas,balai pengobatan, dokter dan fasilitas rehabilitasi.
Tindakan administratif yang dilakukan yaitu dengan melakukan teguran lisan, teguran tertulis,penghentian sementara kegiatan, denda administratif dan pencabutan izin praktek,serta denda. 

Referensi
  1.  Daris, Azwar. 2008. Himpunan Peraturan Perundang – Undangan Kefarmasian. Jakarta: ISFI.
  2.  Presiden RI. 1997. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika . Jakarta: Lembar Negara RI.
  3.  Presiden RI. 2009. Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Lembar Negara RI.

3 komentar:

  1. maksih ats artikelnya mudah di pahami pembaca dan bermanfaat bagi banyak orang, di klik juga Artikel kesehatan terbaru

    BalasHapus
  2. Woy mano contohnyo.....????

    BalasHapus
  3. Woy mano contohnyo.....????

    BalasHapus